Monday, September 5, 2011

Orang Bijak Lebih Dihormati




Menjadi bijak adalah melihat semua masalah dengan hati bukan dengan hanya pikiran, mengatur kata - kata yang keluar dari mulut kita, apakah kata - kata tersebut membangkitkan orang lain atau menghancurkan orang lain, apakah kata - kata kita inspiratorik atau motivasional atau justru penuh dengan kedustaan dan kebohongan. Dengan bersikap bijak maka kita akan mendapatkan respect.


Perintah atau anjuran yang bersifat otoriter kurang efektif
Sebagai contoh, saya memakai skup pemerintahan yang paling kecil, yaitu keluarga. Meskipun memang saya akui belum berkeluarga :)
Banyak saya dapati kebanyakan dari pemimpin dalam sebuah keluarga menggunakan kalimat-2 perintah pengharusan yang menjadikan seorang anak malah membuat merasa tertekan dan malah akan mencoba melakukan apa yang seharusnya diperintah untuk tidak dikerjakan. (Ingatlah kisah Adam As).
Jika kita diperbolehkan untuk memasuki 999 pintu dan melarang 1 pintu utk dimasuki, maka ini si Anak Adam malah penasaran. 
"Kamu tidak boleh main malam-2, ya!"
"Pokoknya, Ayah bilang kamu enggak boleh ngebantah!" 
"Awas, jangan merokok! Sekali saya lihat kamu merokok, jangan anggap saya orangtua lagi..!"
"Kalau sedang makan, tidak boleh ditinggal-2..! Tidak boleh melakukan segala aktifitas kecuali makan sampai makanmu habis.!"



Akan terasa lebih manis bila Anda menyampaikannya dengan kalimat yang mampu membuatnya mengembangkan pendapat, semisal, "Menurut kamu sebaiknya bagimana?" 
atau apabila putra-putri anda sudah beranjak dewasa (akhil balig), meski kebanyakan orangtua akan selalu menganggap anak-2nya masih kecil selamanya, maka tindakan pelarangan saya rasa tidak berguna.Apalagi disampaikan dengan penyampaian yang kurang bagus dan Otoriter tersebut. Contoh penyampaian yang menarik adalah 

"Nak, kamu khan sudah dewasa,. jadi Insya Allah sudah mengetahui mana yang baik dan buruk. Merokok itu tidak baik untuk kesehatan. Andai memang kamu diluar merokok tanpa sepengetahuan ayah,. ya sudah,. cobalah untuk mengurangi sedikit demi sedikit,. syukur-2 kamu bisa berhenti,. ayah akan senaaang sekali" :)

Contoh lainnya:
"Nak,. kalau sedang makan, jangan ditinggal-2,. hal itu tidak baik."
Lalu cobalah memberikan kesempatan bagi si anak untuk berpendapat mengenai alasan tersebut.
"Ayah, kenapa aturannya seperti itu? Bagaimana bila disaat saya sedang sendirian dirumah, ayah tiba-2 minta dibukakan pintu??? atau ada telephone penting yg mungkin mengabarkan berita mendesak? Apakah saya tidak boleh meninggalkan makan saya???
Dari pertanyaan-2 anak tersebut, mungkin kita sebagai orangtua akan berfikir untuk menyatakan suatu anjuran yg lebih efektif dengan pengecualian-2. Jangan takut si anak akan merendahkan anda! Justru anak akan mengangkat derajat/posisi ayah dimatanya tinggi-2 karena mampu mendengar dan berkomunikasi dua arah. Bukan aturan otoriter yang akan melahirkan pemberontak-2 dimasa depan. 
Nah,. dengan contoh kalimat seperti itu, saya yakini si anak akan lebih berfikir dari petuah cinta kasih yang disampaikan dengan sempurna tersebut, untuk mengusahakan sebaik mungkin meminimalisasi konsumsi rokok yang mungkin ia hisap. Si anak akan semakin mencintai ayahnya sebagai sosok yang berwibawa. Disamping si anak merasa tersanjung, dikarenakan ia telah dianggap dewasa dan bukan anak-anak lagi yang harus dihukum langsung karena melawan perintah. 

Banyak orang tua yang mengeluh mengenai anaknya yang sulit diatur atau tidak mau menurut. Beberapa orang tua langsung bereaksi keras melarang anaknya bila melihat anak mulai melakukan hal-hal yang berbahaya atau tidak berkenan di hati orang tua. Pelarangan ini tidak keliru, karena tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya mengalami hal-hal yang membahayakan bagi dirinya. Tapi apakah pelarangan tadi efektif mencegah anak untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang itu ? Ternyata sebagian besar anak tidak mematuhi pelarangan yang diberikan oleh orang tuanya, walaupun mematuhinya biasanya hanya bersifat sementara. Bila orang tuanya tidak mengawasinya, anak akan kembali melakukannya. Hal seperti ini sebetulnya lebih berbahaya karena anak akan melakukannya secara diam-diam sehingga tidak lagi terpantau oleh orang tua. Dan pada akhirnya berbohong merupakan cara efektif bagi anak untuk menghindari kemarahan orang tua, apabila ketahuan atau tertangkap basah melakukan kesalahan tersebut.

Alam bawah sadar manusia bersifat positif
Biasanya kata-kata pelarangan menggunakan kata “jangan”, “tidak boleh”, “bukan” atau ”dilarang”. Penggunaan kata yang bermakna negatif ini lazim digunakan karena sangat mudah diucapkan dan mempunyai makna melarang yang sesungguhnya. Banyak orang menganggap penggunaan kata bermakna negatif akan langsung mengenai sasaran dan akan dipahami dengan baik oleh objek pendengar dalam hal ini anak.
Contoh :
• “Jangan kamu coret dinding itu, nanti kotor !”
• “Kamu tidak boleh makan sambil membaca buku”
• “Teh itu bukan untukmu, tapi teh ayah, jadi jangan diminum”

Tapi apakah yang terjadi dengan anak setelah dilarang dengan menggunakan kalimat-kalimat ini? 
Pada saat dilarang anak memang langsung menurut dan tidak melakukan apa yang kita larang tadi. Tapi bagaimana sejam, lima jam, atau besok harinya? Semakin muda umur anak, ternyata semakin mudah lupa dia akan larangan tersebut. Anak yang berumur di bawah 3 tahun, malah akan memaknai larangan tersebut sebagai sebuah perintah! Aneh, bukan? Untuk Anak yang berumur 3 sampai dengan 6 tahun akan melakukan lagi perbuatan yang dilarang tersebut dari 3 sampai dengan 12 jam kemudian. Faktor kekuatan memori dan kematangan berpikir tiap anak yang berbeda-beda berpengaruh dalam hal jangka waktu ini.

Kenapa bisa terjadi hal demikian? Jawabannya adalah karena alam bawah sadar kita bersifat positif dan hanya bisa menerima hal-hal yang bersifat positif. Alam bawah sadar adalah kesadaran jiwa terdalam yang apabila memberikan perintah, maka oleh tubuh ditafsirkan sebagai perintah yang harus diikuti dan tidak boleh ditolak. Beginilah kira-kira gambaran proses yang terjadi ketika seorang anak mendengar kalimat larangan yang bermakna negatif dengan contoh kalimat :

“Jangan kamu coret dinding itu, nanti kotor !”

Anak mendengar kalimat larangan melalui telinganya dan ditafsirkan oleh alam sadar secara negatif, maka untuk sementara anak akan mematuhi perintah tersebut. 
Dari alam sadar kalimat tersebut kemudian memasuki alam bawah sadar anak. Namun karena alam bawah sadar bersifat positif, kalimat tadi oleh bawah sadar ditafsirkan secara positif menjadi : “Kamu coret dinding itu, nanti kotor !”

Perhatikan! Kalimat tersebut sekarang bermakna perintah untuk mencoret dinding agar kotor. Ketika alam sadar anak sudah melupakan kalimat tersebut karena sudah berpindah ke alam bawah sadarnya, anak sekarang sudah siap menerima perintah dari alam bawah sadar berupa kalimat : “Kamu coret dinding itu, nanti kotor” atau dengan kata lain “Kamu coret dinding itu agar kotor”.
Nah, tunggulah beberapa waktu kemudian atau paling lama hari yang lain, tergantung kesempatan yang tersedia untuk anak melakukannya lagi, maka anak akan mencoret dinding itu lagi. Lalu orang tua pun berkomentar.”Kamu ini sudah dilarang masih saja mencoret-coret dinding. Dasar anak bandel!” Siapa yang salah? Yang salah adalah ketidaktahuan kita akan sifat alam bawah sadar kita.

Mungkin kita bisa melihat di kehidupan kita sehari-hari sebagai orang dewasa. Pernahkah kita memperhatikan bahwa apabila ada tulisan “Dilarang Membuang Sampah di Sini”, ternyata disekitar tulisan tersebut banyak sampah berhamburan. Bukannya yang membuang sampah tidak membaca tulisan tersebut, tetapi sering kali yang terjadi adalah alam bawah sadarnya membimbing dia untuk membuang sampah ke tempat itu pada saat dia berada di rumah. Ketika sudah terlanjur berada di tempat yang terdapat tulisan tersebut, akhirnya mengabaikannya. Atau banyak juga yang mengabaikan larangan tersebut karena sudah tidak peduli dengan keberadaan tulisan tersebut.

Bagaimanakah kalimat yang efektif untuk melarang anak ?
Setelah kita mengetahui alam bawah sadar bersifat positif dan tidak mau tahu dengan kata atau kalimat yang bersifat negatif, maka kalimat yang efektif untuk melarang anak adalah dengan tidak melarangnya. 

Bagaimana bisa ?
Yang dimaksud melarang dengan tidak melarang adalah penggunaan kalimat bermakna positif agar ditafsirkan oleh alam bawah sadar secara positif pula.
Contoh :

Kalimat negatifnya : Jangan kamu coret dinding itu, nanti kotor !
Kalimat positifnya : Ibu akan senang bila kamu mencoret-coret di atas kertas ini saja, sedangkan dinding itu harus tetap bersih
Kalimat negatifnya : Kamu tidak boleh makan sambil membaca buku
Kalimat positifnya : Sebaiknya kamu makan saja dulu, membaca bukunya kemudian setelah selesai makan.

Memang merangkai kalimat bermakna positif lebih sukar daripada yang bermakna negatif karena memerlukan pemikiran yang mendalam dan perlu sedikit konsentrasi. Bisa dimulai dengan membuat konsep di atas kertas terlebih dulu berupa kalimat-kalimat larangan bermakna positif yang cocok dengan anak kita, baik dilihat dari segi usianya maupun tingkat pemahamannya yang sudah kita ketahui. Bila sudah mahir membikin kalimat secara spontan mungkin kita tidak perlu lagi menggunakan kertas konsep sebagai alat bantu. Latihlah terus membuat kalimat larangan bermakna positif. Mungkin Anda bisa melatihnya secara bersama-sama dengan pasangan Anda. Barangkali ide-idenya lebih banyak lagi, sehingga kalimat yang Anda buat menjadi lebih bervariasi.

Kelemah-lembutan lebih efektif
Ada suatu hubungan langsung antara kalimat bermakna positif dengan kelemahlembutan dalam menuturkannya. Ternyata susunan kata-kata dalam kalimat bermakna positif, apabila diucapkan secara kasar dan cepat akan terasa panjang dan melelahkan, atau bahkan akan menjadi susah dan terbolak-balik alias ribet tetapi bila diucapkan dengan lemah lembut terasa lebih ringan dan santai, bahkan telinga pun menjadi enak mendengarnya.

Kelemahlembutan ini sebenarnya dibutuhkan untuk lebih menumbuhkan rasa senang dan ikhlas pada anak untuk mematuhi perintah kita. Perasaan senang dan ikhlas tersebut pada akhirnya berdampak pada kesungguhan dan kontinuitas pelaksanaan perintah tersebut. Bantahan dan perlawanan dari anak biasanya disebabkan oleh ketersinggungan pada egonya disebabkan kalimat yang kasar dan merendahkan. Cobalah untuk memberikan penghargaan kepada anak sebagaimana kita ingin dihargai sebagai manusia dewasa. Bagaimanapun seorang anak menginginkan penghargaan akan keberadaannya dan juga atas apa-apa yang dilakukannya.


0 comments:

Post a Comment