Wednesday, August 31, 2011

Meningkatkan Kewalian Dengan Berpuasa



MENINGKATKAN KEWALIAN DENGAN BERPUASA
(Dari Sigmund Freud hingga Muthahari)
Oleh Eastrevolter Lillah (Kalau mau add beliau di Facebook, Klik Disini )


Tulisan ini dimaksudkan untuk memotivasi kita untuk memperbaiki puasa dari perspektif yang agak berbeda.


لوتعلم أمتي مافى رمضان لتممنون أن تكون السنة كلها رمضان
“Sekiranya umatku mengetahui sesuatu (yang luarbiasa) yang terjadi dalam ramadhan, pastilah mereka semua akan berharap supaya semua bulan dijadikan bukan Ramadhan”


Semua Makhluk Berpuasa
Puasa ada semua di agama; Islam, Kristen, Yahudi yang merupakan agama samawiy. Dan juga di semua agama thabi’iy, atau agama yang lahir bukan dari langit atau muncul secara alamiyah seperti Konghucu, Hindu, Shinto, Budha dll, sungguhpun semua agama pada dasarnya adalah agama samawiy, yang pada perkembangannya mengalami perubahan karena motif penyelewengan, campur aduk tangan manusia atau yang lainnya. Semua agama memerintahkan puasa membuktikan bahwa pada dasarnya semua agama adalah agama samawiy.



Maklum. Perintah puasa hanya untuk manusia dan jin. Di luar manusia dan jin, fakta membuktikan bahwa binatang pun melakukan puasa. Kalau kita mengira bahwa itu sekedar insting kebinatangan, maka justeru inilah anehnya, kenapa binatang harus diberi insting berpuasa? Ayam, ular, buaya, dan semua reptil melakukan puasa, bahkan konon ada binatang yang puasanya sampai berbulan-bulan. Ringkasnya, semua makhluk berpuasa. Tentu dengan caranya masing-masing. 


Tidak banyak dari kita yang paham dengan dahsyatnya puasa. Termasuk yang ngetik tulisan ini. Mungkin bagi sebagian besar kita cukuplah atas dasar keyakinan dan ketaatan kepada Allah SWT kita tulus ikhlas berpuasa. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda;
لوتعلم أمتي مافى رمضان لتممنون أن تكون السنة كلها رمضان
“Sekiranya umatku mengetahui sesuatu (yang luarbiasa) yang terjadi dalam ramadhan, pastilah mereka semua akan berharap supaya semua bulan dijadikan bukan Ramadhan” (Hadits Shahih)


Para hadirin “jama’ah facebook” yang dimuliakan Allah…
Kenapa puasa disyariatkan Allah SWT?
Yang membedakan manusia dengan dari makhluk lain adalah ruh. Sebagian orang mengatakan bahwa hakikat kemanusiaan terletak dalam ruhnya. Ada penelitian di Barat tentang puasa. Diamati dan dibuktikan bahwa kelompok orang yang berpuasa, setelah beberapa hari terjadi hal aneh. Pikiran mereka menjadi filosofis. Seperti seorang filosof, mereka mulai berpikir hal abstrak, tidak terbatas pada hal yang kongkrit lagi.
Dalam psikologi perkembangan, diketahui bahwa perkembangan kepribadian kebutuhan manusia berubah-ubah. Kenikmatannya berganti-ganti sesuai dengan kepribadiannya. Dari hal yang kongkrit, menuju yang abstrak. Pada tingkat yang rendah, kebutuhan manusia hanya pada hal-hal yang instan dan harus langsung ada. 


Sigmund Freud
Menuturkan tentang tiga fase perkembangan ada anak. Semua tahap ini semuanya kongkrit, bisa dilihat. Pemenuhannya harus secepat mungkin. Kalau lapar, mesti segera makan dan seterusnya. Menurutnya, periode awal perkembangan anak adalah pada mulut. Anak bayi akan memasukkan apa saja ke dalam mulutnya, termasuk tangannya sendiri kalau tidak ada seseuatu yang lain (Oleh karena itu, disarankan agar menghindarkan mereka dari pisau, obat nyamuk dlsb). Ini disebut periode oral. Perkembangan selanjutnya, anak bayi merasa kenikmatan bukan hanya pada mulut. Ia merasa senang ketika keluar susuatu dari tubuhnya, misalnya ketika buang air, ia senang melihat tumpukan kotorannya juga mempermainkannya. Bahkan ada pula yang bertindak ekstrim dengan mengkonsumsinya. Pada periode ketiga (periode genital), si anak mulai masuk pada periode yang akan mempersiapkannya dewasa. Ia suka mempermainkan alat kelaminnya. Kalau Freud benar, maka kesimpulannya adalah bahwa kebutuhan manusia pada masa ini semuanya bersifat fisik. Tidak ada kebutuhan ruhani sedikit pun.


Kebutuhan kita berkembang. Semakin dewasa semakin abstrak. Pada orang-orang tertentu terjadi fiksasi (kepribadian yang terhambat dan tidak berkembang). Meski sudah dewasa, ia hanya memperoleh kenikmatan pada makan dan minum. Makan dan minum di sini adalah symbol; harta dan kekayaan dalam hal ini termasuk makan-minum. Orang moderen hedonis mendapatkan kenikmatan dari makan-minum dan seks. Jangan heran kalau berbagai jenis bisnis jasa selalu prospektif dan menguntungkan. Lihat saja, iklan di TV 90% adalah bab makan-minum. Ada yang merasa nikmat dengan membaca laporan depsitonya. Ibu-ibu suka melihat perhiasan yang di tumpuknya dalam lemari bersama perhiasan lainnya. Menurut Freud, orang seperti ini tertahan dalam tahap kedua, yakni KENIKMATAN MELIHAT KOTORAN seperti anak balita tadi. Manusia seperti ini terhambat pada periode anal. 


Lebih parah lagi, seorang ulama yang lurus mengatakan;”Orang yang hidupnya hanya memikirkan perut, maka harga dirinya tidak lebih dari yang dikeluarkannya dari perut”


Adapun manusia yang tidak mengalami fiksasi akan memasuki tahap kebutuhan yang lebih abstrak, seperti kebutuhan intelektual, informasi dan sesuatu yang abstrak lainnya kemudian menyampaikannya. Di tahap manakah kebutuhan kita saat ini?
Abraham Maslow membuat piramida kebutuhan manusia. Semakin tinggi bagian piramida, semakin abstrak kebutuhannya. Kebutuhan paling bawah adalah makan minum (keperluan biologis), kemudian naik menjadi kebutuhan akan kasih sayang, ketentraman, di atasnya lagi kebutuhan akan perhatian dan pengakuan. Dan lebih tinggi daripada semua itu adalah kebutuhan terhadap aktualisasi diri (self actualization).
Di dalan Islam hal ini disebut dengan kebutuhan akan penyuempurnaan spiritual, attakaamul aruhaniy ((التكامال الرحانيّ. 


Dari uraian di atas disimpulkan bahwa orang yang benar-benar dewasa adalah yang mulai memenuhi kebutuhan ruhaninya.
Di dalam ramadhan ini, kita dilatih untuk mengembangkan kepribadian. Kita tinggalkan tingakat oral, anal, genital menuju mi’raj ke tingkat ruhaniyyah yang lebih tinggi. Kita tinggalkan masa kanak-kanak dengan menahan diri. Kita berusaha meninggalkan keterikatan pada tubuh dan mulai memperhatikan kebutuhan ruhani. Kita adalah gabungan dari jasad dan ruh, tapi faktanya kita sangat terikat dengan jasad.
Orang yang sudah sampai pada tingkat keterikatan pada ruh, ia akan mampu mengendalikan tubuhnya. Ia tidak terikat lagi dengan suhu panas dan dingin. Ia bisa menghangatkan tubuhnya ketika cuaca dingin.


Perspektif Muthahhari tentang Tingkat Wilayah/Kewalian
Salah satu tahap dalam “kewalian” seseorang adalah tahap ketika ia sudah mampu mengendalikan hawa nafsunya; tak lagi marah ketika sewajarnya marah, tak lagi balas dendam ketika sewajarnya balas dendam. Nafsunya sudah dikendalikan. Menahan makan minum adalah tingkat kewalian paling dasar. Tingkat ecek-ecek. Tapi lumayan lah, setidaknya sudah dalam posisi wali. Jadi, pada saat berpuasa kita sedang menjadi wali-wali Allah meskipun tingkat elementer (bahasa “latinnya”; tingkat ecek-ecek). 
Tingkat kewalian adalah apabila telah mampu mengendalikan seluruh hawa nafsunya, maka ia naik pada tingkat kedua, yaitu ketika ruhnya sudah bisa mengendalikan tubuhnya. Tingkat ketiga adalah ketika ruhnya dapat mengendalikan gerakan alam semesta. Ia mampu melakukan sesuatu sesuai kehendaknya. Kalau ia meminta supaya pohon berbunga, maka berbungalah ia. Air dalam sekejap dapat berubah menjadi es kemudian mendidih kalau dia memintanya. Munurut Muhammad Iqbal, orang seperti itu sudah bisa menentukan takdirnya. “kembangkan dirimu begitu rupa, sehingga kalau Allah akan menetapkan takdirmu, Dia akan bertanya dulu padamu. Kalau dia akan mematikanmu, Dia akan bertanya: apakah kamu mau mati sekarang ataukah nanti” kata Iqbal. Bayangkanlah wahai para sahabat…!


Pada bulan puasa, setidaknya kita diantar untuk mengendalikan hawa nafsu. Bagaimana dengan orang yang berhasil mengendalikan makan, minum dan seksnya tapi tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya? ORANG SEPERTI INI BERARTI TIDAK MASUK PADA TINGKAT KEWALIAN ELEMENTER SEKALIPUN! Orang yang berhasil menahan makan dan minum, tapi mudah tersinggung. Mudah marah, mencaci orang dan tidak dapat mengendalikan mulutnya, tidak masuk pada tingkat kewalian ecek-ecek sekalipun! 


Sangat benarlah Rasulullah SAW bersabda;
كم من صائم ليس له إلاالجوع والعطس
Banyak orang berpuasa, tapi ia tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan haus.


BAGAIMANA MENINGKATKAN TINGKAT KEWALIAN KITA?
Pedoman kita adalah sebuah hadits qudsi. Para waliyyullah telah mendasari tahapan kewaliannya dengan hadits ini;


Allah SWT berfirman;
“DEMI KEANGUNGAN-KU KEBESARAN-KU, KEMULIAAN-KU, KETINGGIAN-KU DAN KETINGGIAN KEDUDUKAN-KU, TIDAKLAH SEORANG HAMBA MENDAHULUKAN KEHENDAKNYA DI ATAS KEHENDAKKU KECUALI AKU CERAIBERAIKAN URUSANNYA, AKU KACAUKAN DUNIANYA, AKU SIBUKKAN HATINYA DENGAN DUNIANYA. DAN DUNIA TIDAK AKAN MENDATANGINYA KECUALI YANG TELAH AKU TETAPKAN UNTUKNYA. DEMI KEANGUNGAN-KU DAN KETINGGIAN KEDUDUKAN-KU, TIDAKLAH SEORANG HAMBA MENDAHULUKAN KEHENDAK-KU DI ATAS KEHENDAKNYA, KECUALI AKU AKAN PERINTAHKAN MALAIKAT UNTUK MENJAGANYA. AKU JAMINKAN LANGIT DAN BUMI SEBAGAI RIZKINYA, AKU AKAN MENYERTAI SETIAP USAHA YANG DILAKUKANNYA. DAN DUNIA AKAN DATANG SAMBIL MERENDAHKAN DIRI KEPADANYA.”




Subhanallah…!
Dalam hadits di atas, Allah SWT menjelaskan kepada kita salah satu cara untuk mendekatkan diri padan-Nya, yaitu; MENEMPATKAN KEHENDAK ALLAH DI ATAS KEHENDAK DIRI KITA.
Ada dua golongan manusia; pertama yang mendahulukan kehandaknya di atas kehendak Allah, kedua yang mendahulukan kehendak Allah SWT di atas kehendaknya. Orang yang berpuasa adalah golongan kedua, yakni yang mendahulukan kehendak Allah. Dan sesungguhnya setiap saat kita hanya dihadapkan dengan dua pilihan ini. Kita bekerja keras dengan dengan cara halal untuk diri dan keluarga kita adalah kehendak Allah. Dan bukan masalah pula kalau kita ingin kaya raya sekalipun atas dasar “kehendak Allah”.


Banyak sekali bukti-bukti kedahsyatan berpuasa, hikmah serta nasihat-nasihat moril tentang berpuasa. Terlepas dari benar atau boleh dan tidaknya, semua kita tentu mendengar banyak “tuntunan” kesaktian dengan syarat berpuasa. Ayam saja serius berpuasa, meskipun sekedar untuk tujuan melahirkan anaknya yang semula hanya bulatan telur.

Semoga dengan tulisan ini bermanfaat untuk diri saya sendiri dan bagi yang sempat membaca untuk benar-benar mengupayakan puasa Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi lebih baik dari puasa tahun sebelumnya. Amin. 





Disadur dari Madrasah Ruhaniah berguru pada ilahi di bulan suci; Jalaluddin Rahmat
Referensi, Kitab Shahih Bukhari
Cellestia, Sya’ban 1428/16 Agustus 2009.

0 comments:

Post a Comment